AGAM | Naas yang harus dialami oleh wartawan salah satu media ketika sedang meliput kejadian sengketa tanah berujung pada pemukulan serta intimidasi yang dilakukan oleh preman dari salah satu pihak yang bersengketa, Mulyadi (Pandeka) di Jorong Koto Malintang Nagari koto Tangah Kecamatan Tilatang Kamang kabupaten Agam pada Rabu 17:00 WIB (20/03/24).
Kejadian berawal ketika wartawan yang menjadi korban datang ke lokasi dengan mengendarai motor sendirian setelah berhenti lalu mendatangi kerumunan warga, preman, pengacara, dan menanyakan tentang aktivitas sedang terjadi.
Wartawan tersebut datang berdasarkan laporan masyarakat tentang adanya kerumunan dimana didalamnya ada unsur pengacara yang dikawal oleh preman serta diduga dibeking oleh aparat yang mengaku dari Polda Sumbar.
ketika hendak menanyakan perihal kedatangan kepolisian dan kesatuan mana di Polda Sumbar yang sedang mendampingi pengacara tersebut, oknum anggota polisi tersebut menjawab dengan resisten dan reaktif serta tidak menerima kemudian berstatemen.
"Apa kapasitas anda menanyakan hal tersebut anda sebagai apa di sini " ucap oknum polisi yang berpakaian preman dengan reaktif.
Kemudian wartawan menjelaskan bahwa kami merupakan mitra kerja masyarakat dan siaapun, kami dari salah satu media yang ada di Agam.
Mendengar hal tersebut pengacara atas nama Adi Kurniadi yang merupakan kuasa dari Mulyadi Sutan Pandeka menyampaikan kepada korban untuk masalah ini sudah ada di Polda Sumbar.
Belum sampai melanjutkan peliputan dan wawancara berarak kira kira 2 meter dari korban terjadi cekcok antara kedua belah pihak yang sedang bersengketa tentang keberatan mendokumentasikan kegiatan yang sedang berlangsung.
Karena ada bahasa kasar yang tidak pantas didengar dari salah satu preman yang berujar " Waang Baranti Foto" sambil mengintimidasi dan melarang F. AngkuTitian Ameh pemilik lahan bersertifikat dari BPN.
Mendengar adu mulut, bahasa kotor dan mengganggu wawancara dengan pengacara tersebut apalagi bahasa yang sampakan kurang enak didengar terhadap orang tua, F.Angku Titian Ameh lalu korban tersebut melerai bahwa siapapun boleh mendokumentasikan apapun selama di public area atau areal umum dan demi kepentingan umum.
Mendengar hal itu dua dari pelaku yang bernama Deni yang sedang mendokumentasi korban langsung datang memghampiri wartawan sambil melayangkan tangan dan kaki ke arah korban tersebut.
Meskipun diingatkan dan dilerai seorang warga pelaku tetap melakukan penyerangan sehingga mengenai pelipis,bbadan samping kanan korban sementara korban tidak melawan dan diingatkan warga untuk meniggalkan lokasi tersebut kemudian korban meninggalkan lokasi tersebut
Ironisnya oknum polisi yang mengaku dari Polda Sumbar tersebut justeru diam saja dan tidak berbuat apa apa, untuk melerai ada kesan pembiaran hal ini sangat disayangkan oleh korban.
Kemudian korban memeriksakan diri ke Puskesmas pekan Kamis dan ditangani pihak medis karena merasa pusing.
Dari setempat diketahui pelaku pelaku berinisial Gandang dan satu orang lagi bernama Dedi.
Pengakuan korban atas kejadian dan perlakuan dari dua orang preman tersebut membuat korban tidak merasa nyaman, dan terancam serta tertekan secara fisik maupun psikis.
Pimred Indocorners.com Riadi menyebutkan, pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999 BAB VII tentang Ketentuan Pidana ditegaskan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2);
Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran dan ayat (3); Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.
"Jadi, tersangka kekerasan terhadap wartawan saat menjalankan tugas jurnalistiknya bisa diancam kurungan paling lama 2 tahun dan denda banyak Rp500 juta. Selain itu juga bisa dijerat Undang-Undang KUH Pidana Pasal 351 ayat (1),"
" Ini preseden buruk terhadap Hak Azasi manusia dan wibawa serta keselamatan wartawan secara phisic dan physicis sebagai pilar demokrasi yang sudah dilindungi ideologi dan konsitusi"
Ujar Riadi, Pemred Indocorner dengan penuh sedih dan keprihatinan
Riadi meminta pihak yang terlibat agar mempertanggung jawabkan perbuatannya dimata hukum kalau memang ingin menegakkan supremasi hukum
Atas prakarsa dari sejumlah aliansi wartawan mulai dari pimpinan dan redaksi membuat laporan ke Polresta Bukittinggi dapat diproses dan menjerat pelaku dugaan tindak pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Riadi, Pimred Indocorners.com
0 Komentar